Memaknai Hari Lingkungan Sedunia dengan Cinta


Oleh : Sarmiyati

Penulis adalah Alumnus Prodi Pendidikan Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan 
UIN Ar-Raniry
Email : sarmiyati1815@gmail.com

Diantara tanggal penting yang diperingati setiap tanggal 5 Juni di seluruh dunia, termasuk Indonesia, adalah hari Lingkungan Sedunia. Meski gaungnya mungkin tidak seheboh peringatan tanggal penting lainnya, Hari Lingkungan Sedunia yang pertama kali dicetuskan pada tahun 1972 ini pada dasarnya memiliki tujuan mulia sebagai gerakan untuk meningkatkan kesadaran hidup manusia sejagat.

Ditinjau dari segi sejarahnya, kesadaran akan permasalahan lingkungan ini mengemuka pada tahun 1970-an saat pelaksanaan Konferensi Stockholm tahun 1972. Di antara isu penting yang dibahas dalam konferensi ini adalah terkait dengan permasalahan lingkungan (United Nation Confrence of Human Enviroment, UNCHE). Konferensi yang diselengarakan pada tanggal 5-12 Juni 1972 ini akhirnya menetapkan tanggal 5 Juni sebagai hari Lingkungan Hidup Sedunia. Berikutnya pada tahun 1987 terbentuklah suatu Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (World Commision on Enviroment and Development), sehingga melahirkan sebuah konsep yang berkelanjutan. Hal ini kemudian diperkuat lagi dalam konferensi di Rio de Jenairo, Brasil, pada tahun 1992 yang diadakan oleh Majelis Umum PBB.

Catatan Penting tentang Kepedulian terhadap Lingkungan
Beberapa catatan penting yang dihasilkan dalam Konferensi PBB tersebut antara lain: Pertama, Deklarasi Stockholm. Deklarasi ini merupakan prinsip-prinsip yang digunakan dalam mengelola lingkungan hidup di masa depan melalui penerapan hukum lingkungan internasional; Kedua, Rencana Aksi. Dalam konteks ini memuat prinsip-prinsip yang mencakup perencanaan baik yang terjadi dalam hal pemukiman, pengelolaan sumber daya alam, pengendalian pencemaran lingkungan, pendidikan serta dalam hal informasi mengenai lingkungan hidup; Ketiga, segi kelembagaan. Terbentuknya United Nations Environment Program (UNEP) yaitu badan PBB yang bertugas untuk menangani program lingkungan yang berpusat di Nairobi, Kenya, Afrika.

Pada dasarnya harus disadari bahwa kesejahteraan umat manusia, lingkungan, dan fungsi ekonomi, sangat tergantung pada pengelolaan yang bertanggung jawab atas sumber daya alam. Jumlah penduduk dunia yang mencapai 7 miliar dan akan terus bertambah, seiring dengan laju pembangunan yang berlangsung pesat.

Kepedulian terhadap pelestarian lingkungan bisa dilakukan dengan cara mendaur ulang barang-barang bekas (sampah) yang bertaburan di sekitar lingkungan kita. Hal ini ditujukan untuk menghindari polusi sekaligus menjaga kesehatan masyarakat. Contoh barang yang di sekeliling lingkungan kita yang bisa didaur ulang antara lain kulit pisang menjadi minyak dengan tambahan berbagai bahan kimia lainnya, daur ulang plastik menjadi minyak, daur ulang botol plastik menjadi bunga lampion, menjadi bunga dan kreasi-kreasi lainnya.

Betapa indahnya jika kepedulian terhadap lingkungan melalui pemanfaatan barang-barang bekas menjadi benda yang bisa dipakai kembali seperti ini dapat dimasyarakatkan secara luas. Bahkan dewasa ini pemanfaatan daur ulang sedemikian rupa dikembangkan menjadi sebuah bisnis yang menjanjikan yang secara tidak langsung telah ikut serta dalam memperluas lowongan kerja.
Tantangan Lingkungan Indonesia Kontemporer
Di antara program yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia ke- 7, Joko Widodo adalah pembangunan 1 juta unit rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (masyarakat miskin) yaitu sebanyak 331.693 unit rumah di 16 propinsi di Indonesia. Program yang mulia ini tentunya juga harus dibarengi dengan kepedulian terhadap penataan dan pelestarian lingkungan.

Sebagai catatan, luas pulau Jawa seluas 126.700 km2 saat ini sudah sangat padat. Begitu padatnya penduduk di pulau Jawa, sehingga pengendalian lingkungan untuk pengelolaan lingkungan hidup sangat sulit dilakukan, dan mata pencaharian juga semakin sulit. Artinya Pemerintahan Jokowi harus membangun sebesar 1.990.158 unit rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggal di 6 provinsi di pulau Jawa. Jika pembangunan rumah dilakukan maka akan berakibat pula kepada masyarakat, karena masyarakat akan menemui kesulitan dalam menggunakan lahan untuk bercocok tanam. Sementara itu, luas hutan di pulau Jawa hanya berkisar 4% dari keseluruhan lahan terbuka hijau (Jurnal Penelitian Henri Yokom, 2015:8).

Oleh sebab itu sudah seharusnya pemerintah Indonesia turut mencermati tingkat pencemaran lingkungan akibat pemukiman-pemukiman baru, bukan hanya memperhitungkan kekurangan rumah saja. Dengan dibukanya pemukiman perumahan baru maka setiap unit rumah akan membutuhkan debit air yang sangat besar. Jika dilakukan perhitungan untuk 1.990.158 unit rumah, dimana 1 unit rumah diasumsikan dihuni 4 anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anak, maka untuk lahan 200 km2 tersebut akan dihuni oleh 7.960.632 jiwa. Dengan demikian, maka jika 1 orang membutuhkan air bersih untuk minum, memasak, mandi, dan mencuci sebesar 20 liter per hari, maka diperkiraan untuk wilayah perumahan dengan penduduk sebesar 7.960.632 jiwa membutuhkan air bersih sebesar 159.212.643 liter/hari atau 159.212 m3/hari atau 4.776.363 m3/bulan atau 57 juta meter kubik per tahun.

Sebagai catatan tambahan bahwa penghasilan air pada tiap-tiap warga, tidak sebanyak pemakaiannya, bahkan lebih banyak yang mereka butuhkan daripada yang tersedia. Kondisi serupa ini tentu akan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi mereka sehingga mau tidak mau negara harus ambil peduli.

Berdasarkan uraian di atas, maka Hari Lingkungan Hidup Sedunia patut dijadikan sebagai momentum oleh masyarakat Indonesia untuk menjadi agen perubahan demi menjaga kelestarian lingkungan. Mulailah dari diri sendiri dari hal-hal sederhana untuk mencintai lingkungan hidup. Dengan demikian anak cucu kita nanti masih dapat merasakan apa yang kita rasakan sekarang ini.

Salam lestari!