Diskusi Publik ICAIOS 20 Mei 2016 : Jejak Yahudi di Aceh

ICAIOS mengadakan serial diskusi publik ke 17 untuk tahun 2016 dengan tema “Jejak Yahudi di Aceh”. Narasumber diskusi ini adalah Teuku Cut Mahmud Aziz, dosen pada Universitas Almuslim di Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireun. Teuku Cut Mahmud Aziz melakukan kajian jejak Yahudi di Aceh dengan melakukan kajian pustaka, observasi pemakaman Yahudi, dan mewawancarai informan di Aceh, Surabaya, Jakarta, Singapura, Semarang, Penang, dan Belanda, termasuk keturunan dari orang Yahudi yang pernah tinggal di Aceh yang saat ini menetap di London, Manchester, dan Hongkong. Teuku Cut telah membantu meyakinkan keluarga Yahudi di Australia untuk merenovasi kuburan Yahudi di Semarang dan keluarga Yahudi di Manchester, London, dan Hongkong untuk merenovasi kuburan Yahudi di Banda Aceh (khusus kuburan keluarga Bolchover).

Kehadiran orang Yahudi di Nusantara kurang disadari meskipun catatan sejarah menunjukkan persinggungan mereka dengan Nusantara sejak zaman dahulu. Pada abad ke 9, perahu seorang pedagang Yahudi dari Sohar – Oman bernama Ishaq ben Yahuda yang sedang dalam perjalanan ke Tiongkok ditahan di Sumatra dan pedagang tersebut terbunuh. Arsip Geniza dari abad 11 yang ditemukan pada sebuah Sinagog di Fustat, Mesir menunjukkan adanya hubungan perdagangan antara Mesir, India, dan Nusantara. Arsip tersebut memaparkan adanya seorang pedagang Yahudi dari Mesir yang berlayar ke Fansur (saat ini terkenal dengan nama Barus) di Tapanuli Tengah dan meninggal di sana (Goitein, 1970 dan 1073). Pada Abad Pertengahan, kaum Yahudi yang bepergian ke Nusantara umumnya adalah kaum Sephardic dengan tujuan perjalanan untuk berniaga. Mereka menempuh perjalanan laut dari Mesir ke Aden, dan dari Aden ke India, dan kemudian Nusantara. Mengingat perjalanan laut saat itu sangat bergantung pada cuaca dan angin, para pedagang tersebut umumnya tinggal beberapa bulan di sekitar pelabuhan Nusantara untuk berniaga sambil menunggu musim untuk kembali berlayar.

 

Pada Abad 20, kehadiran Yahudi di Nusantara sulit dipisahkan dari sejarah Dutch East India Company (VOC) dan Belanda. Pada tahun 1921, seorang utusan Zionis bernama Israel Cohen yang berkunjung ke Hindia Belanda menyatakan bahwa ada sekitar 2.000 Yahudi tinggal di Jawa. Mereka umumnya datang dari Eropa Tengah, Rusia, Irak, Aden, Belanda, India, dan Singapura. Saat itu, sebagaian besar orang Yahudi menetap di Surabaya (Hamonic 1996). Bahkan Sebuah Koran “Erets Israel”, sebuah koran zionis pernah terbit di Kota Padang sejak tahun 1926 yang ditutup ketika Jepang menginvasi Indonesia pada tahun 1942.

Dalam konteks Aceh, peneliti menemukan data di tahun 1689 orang Yahudi yang bernama Abraham Nabarro yang bekerja sebagai tranlator pernah berkunjung ke Aceh, yang datang dari Malaka (Fischel, 1960: 135 dalam Brakel, January 1975). Pada abad ke-18, orang Yahudi yang bernama Isrealiet Abraham Geheeten bekerja sebagai linguis pada Kesultanan Aceh Darussalam (Djajadiningrat, 1911:204 in Brakel, January 1975). Dalam observasi dari bukti arkeologis, Teuku Cut menemukan 23 makam Yahudi yang memiliki komplek sendiri di sebelah komplek Kerkoff (Peutjoet), meski peneliti lain menyatakan bahwa terdapat 24 makam di komplek pemakaman tersebut. Makam-makam tersebut dibuat saat Belanda masih berada di Kuta Radja (Banda Aceh). Observasi pada nisan makam menunjukkan bahwa makam tertua menuliskan tahun 1882 dan terbaru bertarikh 1942.

Sebagian besar Yahudi di Aceh yang datang pada masa Hindia Belanda berasal dari Rumania, khususnya dari Kota Botosani, Bojan, Piatra, Harlou, dan Braila. Ada juga yang berasal dari Rusia dan Austria. Bahasa yang tertera di pemakaman adalah bahasa Ibrani, Belanda, dan Jerman (bukan Yiddish). Umumnya mereka adalah penguasa, pedagang, dan ada juga yang menjadi polisi pada Pemerintah Hindia Belanda. Umumnya menetap di Kuta Radja, selain itu mereka juga menetap di Meulaboh, Sabang, Pidie, Lhokseumawe, dan kemungkinan Bireuen. Mendiskusikan keberadaan Yahudi di Aceh, tidak terlepas dari keberadaan nama-nama, Tuan Noi di Keudah, Tuan Petruk di Sabang, Tuan Handziris (data terakhir ditemukan bahwa Handziris yang menetap di Spordex, berkebangsaan Yunani), dan keluarga Solomon, serta keluarga Yahudi yang cukup terkenal, yaitu keluarga Bolchover yang memiliki lahan perkebunan kelapa yang luas di daerah Kuta Radja dan Meulaboh yang keduanya kemudian disebut dengan Gampong Blower/Belower (sekarang Sukaramai). Pemakaman Yahudi di Kerkoff merupakan hasil donasi dari Avram Meir Bolchover, yang buktinya tertulis pada pintu masuk pemakaman (sekarang sudah tidak ada lagi), “This gate was donated to the Israelite cemetery by the late A. M. Bolchoner [!] who passed away on 24 June 1897” (Glaser 1991:32 dalam Brakel dan Teuku Cut Mahmud Aziz). Pada tahun 1912, keluarga Bolchover meninggalkan Aceh dan pindah ke Manchester. Keturunan dari keluarga Bolchover dari Manchester dan Hongkong pernah datang menjumpai Teuku Cut Mahmud Aziz di Banda Aceh. Saat ini Teuku Cut telah memiliki draf “The Bolchover of Kuta Radja, Untold Story” untuk dibukukan.

(Red. ICAIOS)

Search

 

Call for Article

ICAIOS welcomes scholars and researchers to publish scientific or popular articles. See the article guideline HERE 

Want to get more involved with ICAIOS activities?
If yes, complete the form here

Also check our latest Public Discussion and Guest Lecture Series videos
Subscribe us on Youtube  

 

 

 

Our Partners

 

PRISB spf bandar publishing


NP Integral Logo
logoGlobed logo eos smeru
IDR Perak logo1  logo toyotafoundation
arsitektur unsyiah AI
pascasarjanauin GIZ pusatstuditelematika
PPIM UIN min ctcs
ccis Logo UBBG Sekunder Vertikal
 
logotdmrc
 KAS logo4