Vitamin C untuk Penggemar MedSos

By : Rizanna Rosemary
PhD candidate in Health Communication di Department of Media and Communication,
Faculty of Arts and Social Science, University of Sydney, Australia

buIjan edit

Sejak kapan netizen butuh vitamin, khususnya vitamin C; dan apa kaitannya dengan media sosial? Barangkali demikian pertanyaan pembaca saat membaca judul tulisan ini. 

Sebelum bicara hubungan vitamin C dengan media sosial atau medsos, jawaban penulis tentang vitamin C cukup sederhana. Sebagaimana yang sakit butuh obat dan vitamin untuk proses penyembuhan, yang tidak sakit pun perlu vitamin untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuhnya. Nah, vitamin C yang dimaksud dalam tulisan ini boleh jadi berbeda secara bentuk dengan vitamin yang dikonsumsi dua kelompok tersebut diatas. Tapi yang penulis maksud adalah sama secara sifat dan fungsi dengan definisi vitamin sebagai suplemen yang biasa dikonsumsi orang untuk membantu proses pertumbuhan dan perbaikan jaringan dalam tubuhnya. 

Sayangnya, analogi tersebut barangkali tidak sesederhana ketika berbicara tentang dunia media online atau medsos yang penuh warna dan dinamika. Khususnya bicara tentang perilaku penggunanya—netizen, yang semakin hari membuat kita terbelalak; antara terpana karena kagum akan cepat dan banyaknya informasi yang diperbincangkan dan dipertukarkan netizen, atau sebaliknya terganggu dengan berbagai jawaban dan komentar penggunanya yang terkadang provokatif dan mengandung kebencian.

Dr Jame Arvanitakis dalam artikelnya di ABC News, “Online behaviour: Are you a Good Netizen?’ menyebutkan: 

“…despite its downsides, the internet as a space of democratic interaction is incredibly valuable. It must be fostered, and should be part of any civics education program, for its speed, its links to such a vast array of information, its uptake among young people and its capacity to break down social barriers and equalise interactions. This means that the space itself is not the problem, but the etiquette that we take to it is.” 1

Sependapat dengan Arvanitakis, penulis termasuk yang menyakini bahwa media online dan medsos merupakan platform positif untuk interaksi sosial secara virtual. Namun tidak dapat dipungkiri bila medsos memiliki efek sampingan bila salah pemanfaatan, yang tidak dapat dilepaskan dari peran para penggunanya. Medsos disinyalir sebagai penyebab fenomena isolasi individual dan sosial, salah satunya akibat dari adiksi penggunaan ‘smartphone’. Riset dan hasil pengamatan menunjukkan bahwa dampak ketergantungan berlebihan pada ‘telepon pintar’ yang menyediakan akses tak terbatas ke dunia maya semakin menurunkan frekwensi dan mempersempit keinginan orang untuk berinteraksi secara langsung dan tatap muka, khususnya dikalangan anak-anak dan remaja. Tapi jangan salah, juga berlaku pada kita, kelompok dengan kategori balig dan dewasa. Sebagai contoh, disadari atau tidak, saat duduk diwarung kopi, tak jarang kita (barangkali termasuk saya) sangat aktif mengirimkan pesan melalui Whatsapp atau text message pada istri atau suami yang kita ajak serta, yang duduk se meja pula sambil menanti datangnya kopi pesanan. Padahal isian WA atau SMS tersebut hanya sekedar mengirimkan emoticon cinta (love heart), menanyakan ‘bis ini kemana sayang?’ atau paling sering berbagi info terbaru yang tersebar melalui jaringan pribadi di smartphone masing-masing. Bagaikan judul program TV lampau yang sekarang tiada, fenomena interaksi dan komunikasi kita saat ini memang bisa disebut "Aneh Tapi Nyata" 
Yang lebih ajaib lagi, sebagai pengguna dan penggemar medsos, kita terkadang ikutan latah untuk marah-marah karena berbeda pendapat dengan informasi yang sedang menjadi trending topic di medsos. Berbeda pendapat dan menunjukkan perasaan atau emosi adalah hal yang lumrah. Namun ketika perasaan personal itu kemudian dibagi secara cuma-cuma kepada netizen lainnya tanpa sensor rasional; sebaliknya ditambahi bumbu caci-maki tanpa argumen yang mendasar, konflik pribadi dan sosial di dunia maya menjadi tidak terelakkan. Dan tak jarang berlanjut menjadi konflik di dunia nyata. 

Terlepas dari tudingan negatif atas medsos sebagai salah satu sumber pemicu kegaduhan di dunia maya, peran medsos dalam distribusi informasi yang umumnya dimainkan oleh media mainstream (TV, radio, koran, dan lainnya) kini menjadi semakin signifikan dan tidak bisa dipandang sepele. Mengamini pernyataan Arvanitakis, bukan media atau platform interaksi dan komunikasinya yang salah, tapi perilaku penggunanya atau etika netizen yang menjadi problematik. Senada dengan Arvanitakis, James Surowiecki dalam presentasinya di Ted Talks “The power and the danger of online crowds”2 lebih awal telah mengingatkan akan bahaya aktivitas massal online oleh penggunanya. Surowiecki berpendapat aktivitas online (blog dalam contohya) memiliki tujuan mulia sebagai media berkumpulnya kecerdasan kolektif (collective intelligence), dimana netizen berbagi informasi dan mendiskusikannya secara bijak dan cerdas. Namun, menurutnya, ketika netizen menjadi terlalu intens dengan kegiatan online, mereka terperangkap dengan pendapat bahwa jaringan sosial (network) yang ditawarkan platform ini menjadi penting, positif, dan menjadi rujukan utama sebuah interaksi sosial. Sayangnya, jaringan medsos ini tanpa disadari ikut membentuk dan menentukan cara kita berhubungan dengan orang lain secara virtual dimana interaksi kita cenderung dipengaruhi oleh nilai-nilai yang terdapat atau dibawa oleh jaringan medos tersebut. Sehingga nilai-nilai independen atau mandiri yang awalnya membentuk kecerdasan kolektif yang positif menjadi tergerus karena munculnya pendapat dan aktivitas yang tidak bebas nilai. Terkadang mendorong munculnya komunitas online yang irasional atau kerumunan massa online yang mudah disetir oleh kepentingan tertentu.

Terlepas pembaca setuju atau tidak, sejalan dengan dua pakar di atas, penulis melihat bahwa kita sebagai netizen saat ini punya masalah secara pribadi dan sosial ketika berinteraksi secara online. Kita sebagai pengguna atau penggemar medsos sedang dalam kondisi gamang atau ‘kurang sehat’ secara rasional dan emosional yang turut mempengaruhi kesehatan interaksi sosial kita di dunia maya tersebut. Artinya, netizen pun membutuhkan suplemen khusus untuk membuatnya kembali sehat dan tetap paripurna dalam berhubungan. baik secara online maupun ketika interaksi offline. Sehat dalam artian menjadi bagian komunitas online yang tidak sekedar melek informasi tapi juga melek media, memiliki etika dan bijaksana dalam memanfaatkan medsos sesuai fungsinya. 

Untuk dapat melek dan senantiasa sehat berinteraksi di dunia online, penulis menawarkan komponen Vitamin C yang barangkali dapat menjadi alternatif etika berkomunikasi di medsos. Sudah banyak panduan ditulis dan dapat ditemukan di internet tentang etika berinteraksi online; empat komponen Vitamin C berikut (communication, courtesy, caring, critical attitude) bukanlah ‘harga mati’ karena pastinya masih banyak komponen lainnya yang dapat menjadi solusi alternative bagi interaksi di medsos yang lebih sehat. 

Communication atau komunikasi adalah inti dari interaksi di medsos. Komunikasi secara konvensional memiliki empat unsur, yakni pengirim pesan (sender), pesan/isi (message/content), penerima pesan (receiver), dan umpan balik (feedback). Jadi bicara komunikasi bukan sekedar bicara tentang kemampuan netizen sebagai pengirim pesan mengkomunikasikan pendapatnya secara online. Sebagai netizen yang baik dan sehat, kita harus selalu melek dan peka dengan apa yang kita tulis, khususya siapa audiens kita, termasuk response yang dapat terjadi dari pesan yang kita bagi melalui medsos. Terkadang komponen ini taken for granted yang sering diabaikan netizen. Terutama unsur audiens atau siapa yang akan membaca dan merespons pesan kita. Walau beberapa aplikasi medsos menyediakan fitur pengaturan audiens, tapi umumnya kita memang dengan sengaja menulis dan menyebar pesan untuk audiens secara umum (public). Bahkan berharap banyaknya yang view dan like dengan postingan kita tersebut. Audiens umum memiliki potensi memberikan umpan balik yang beragam yang terkadang tidak sesuai dengan harapan kita. Akibatnya singgungan perbedaan pendapat menjadi pemicu munculnya perasaan tersinggung, kesal, hingga marah yang terkadang berbuah konflik yang lebih besar.

Courtesy atau kesopanan adalah komponen yang harus dimiliki setiap netizen. Walau medsos diklaim sebagai media personal, tapi fungsi komunikasi yang terjadi melalui medsos memiliki konsekuensi sosial. Nilai kesopanan ini berkaitan dengan komponen pertama, komunikasi. Sebagaimana kita mengharapkan netizen berlaku sopan (baik kata maupun perilaku) terhadap kita. Netizen lainnya juga pastinya menginginkan kita berinteraksi dan berkomunikasi dengan mereka secara baik dan santun. Caring atau peduli/empati merupakan komponen yang terkait erat dengan courtesy. Sopan santun dalam berinteraksi hanya mungkin terjadi bila kita peduli dengan siapa yang kita ajak berinteraksi dan berdiskusi. Demikian sebaliknya, melalui interaksi dan dialog secara santun dapat mendorong rasa peduli antara sesame netizen untuk saling mempertahankan hubungan yang baik satu dengan lainnya hingga dapat meminimalisir perselisihan dan konflik.

Critical Attitude atau bersikap kritis dengan apa yang disampaikan dan siapa yang menyampaikan. Memiliki sikap peduli dan sopan saja tidak cukup dalam interaksi dan komunikasi di dunia medsos; netizen juga diharapkan mampu memilah mana informasi yang benar atau tidak (hoax). Tanpanya, kecerdasan kolektif yang diharapkan dari aktivitas medsos ini hanya akan menciptakan kekacauan kolektif (collective chaos) karena netizennya belum melek media dan melek informasi; namun hanya mampu memprovokosi netizen lain dengan sebaran pesan dan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kredibilitas sumber dan kebenaran isinya.

Sebagaimana faedah Vitamin C pada kesehatan tubuh sangat banyak dan beragam, empat komponen Vitamin C yang penulis tawarkan dalam tulisan ini diharapkan memberikan manfaat berupa tambahan suplemen informasi bagi netizen (khususnya penulis sendiri) untuk mulai memikirkan bagaimana membangun aktivitas online yang cerdas melalui interaksi dan komunikasi di medsos yang bijak dan sehat.


[1] http://www.abc.net.au/news/2015-01-16/arvanitakis-online-behaviour:-are-you-a-good-netizen/6016850
[2] https://www.ted.com/talks/james_surowiecki_on_the_turning_point_for_social_media#t-994515telah

Search

Layu sebelum berkembang to website download resize

keluarga relasi kuasal di Aceh

 

Call for Article

ICAIOS welcomes scholars and researchers to publish scientific or popular articles. See the article guideline HERE 

Want to get more involved with ICAIOS activities?
If yes, complete the form here

Also check our latest Public Discussion and Guest Lecture Series videos
Subscribe us on Youtube  

 

 

 

Our Partners

 

PRISB spf bandar publishing


NP Integral Logo
logoGlobed logo eos smeru
IDR Perak logo1  logo toyotafoundation
arsitektur unsyiah AI
pascasarjanauin GIZ pusatstuditelematika
PPIM UIN min ctcs
ccis Logo UBBG Sekunder Vertikal
 
logotdmrc
 KAS logo4