Gempa, Manuskrip, dan Pemilukada di Aceh
Oman Fathurahman
Saya baru beberapa puluh menit saja memejamkan mata ketika gempa 7.1 skala Richter dan berpotensi tsunami di Aceh itu mengguncang pada Rabu (11/1-2012) pukul 01.36 WIB, dan membuat saya terbangun. Itu adalah malam pertama para tamu dari dalam dan luar negeri mendarat di Banda Aceh untuk sebuah international workshop bertemakan “From Anatolia to Aceh: Ottomants, Turks, and Southeast Asia” pada dua hari berikutnya. Workshop ini diselenggarakan oleh International Center for Aceh and India Ocean Studies (ICAIOS), bekerja sama dengan British Institute at Ankara, ASEASUK, dan Pemerintah NAD.
Topik gempa besar di Aceh yang sempat membuat kepanikan, terutama di Meulaboh, itu kemudian menghiasi obrolan kami saat sarapan pagi dan setiap coffee break, mulai dari obrolan ringan belaka sampai dikaitkan dengan kajian akademis. Fiona Kerlogue dari the Horniman Museum, Inggris, mengaku shock dan tidak bisa tidur sampai malam berikutnya, meski KAWASHIMA Midori dari Sophia University, Tokyo tampak tenang-tenang saja, mungkin karena di Jepang biasa terjadi gempa yang lebih besar. [Read More] [Cached]