Kursus Calon Pengantin ICAIOS - Kemenag Kota Banda Aceh
Oleh: Asrul Sidiq
Penulis adalah Peneliti ICAIOS dan Pemuda Darussalam
“Aceh Masih Jadi Provinsi Termiskin di Sumatera”, begitulah judul sebuah berita pada bulan Juli 2021 di salah satu media nasional. Sebuah paradoks ketika Aceh mendapatkan dana otonomi khusus sejak tahun 2008 yang membuat Aceh menjadi salah satu provinsi dengan APBD per kapita tertinggi di Indonesia, namun Aceh masih menjadi provinsi termiskin di Sumatera. Dana otonomi khusus inilah yang saat ini menjadi sumber utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA).
Aceh masih sangat bergantung dengan dana otonomi khusus dalam pembiayaan pembangunan. Dana otonomi khusus mengambil peran sekitar 50 persen dalam APBA. Sementara kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri dalam APBA hanya sekitar 14 persen. Hal ini tentunya harus diantisipasi dikarenakan dana otonomi khusus yang bersifat sementara. Diperlukan munculnya sektor-sektor ekonomi yang potensial dan produktif di Aceh sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal pertumbuhan ekonomi, Aceh juga menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terendah di Sumatera pada triwulan II 2021 (BPS, 2021). Bahkan pertumbuhan ekonomi Aceh pada periode tersebut adalah sebesar 2,56 persen, jauh dibawah rata-rata Pulau Sumatera sebesar 5,27 persen.
Sejauh ini, ekonomi Aceh masih bergantung pada “impor” dikarenakan produksi lokal yang minimal. Tingginya net impor antar daerah membuat uang yang beredar di Aceh banyak ditransaksikan di luar Aceh untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Oleh karena itu, “trickle down” dan “multiplier” efek yang diharapkan dari besarnya anggaran yang dikelola oleh pemerintah tidak berjalan efektif.